MEMBELI HUKUM, MENELANJANGI KONSPRASI BUSUK APARAT


Depok, 31 Desember 2011 tepat pukul 10.15 WIB di sebuah pertigaan yang lebih dikenal dengan pertigaan lampu merah Ramandha.

Lima belas, empat belas, tiga belas, dua belas ... go! saya meluncur tepat di hitungan tinggal 11 detik lagi lampu merah. Dan secara  gak langsung saya berada dibarisan belakang kendaraan yg berbelok ke kanan menuju jalur AR Hakim. Tiba-tiba, sebuah tangan dibalut kemeja coklat dengan variasi ban hitam putih mencegat motor yang ditumpangi saya, istri dan anak saya. Dan itu POLISI! ya, saya kena tilang, ketika ditanya saya tahu kesalahan saya, naik motor bertiga dan anak saya gak make helm dan itu berbahaya, tapi kebetulan itu motor baru jadi saya belum ada persiapan kesitu. baru sebatas helm saya dan istri saya, mengingat saya harus mondar mandir mengantar istri saya kerja.

Seperti biasa pertama yg ditanyain surat-surat, saya cuma ada STNK itupun atas nama istri saya, secara saya gak punya KTP buat ngurus birokrasi kredit motor tersebut. Kemudian ditanya SIM otomatis saya bilang jawaban umum .. "lagi diurus pak, motor baru soalnya". Akhirnya STNK-lah yang jadi tawanan POLISI tersebutdan dibawa ke sebuah tempat.

Saya matiin mesin motor, dan hendak mengantar kepergian STNK saya, tiba-tiba istri saya lah yg mengambil inisiatif untuk mengantar kepergian STNK sekalian berhadapan dengan POLISI tersebut, otomatis saya menunggu dimotor bersama anak saya.

Selang beberapa waktu, istri saya kembali dan bilang saya dipanggil oleh Polisi di sebuah tempat. Menindak lanjuti apa yg diucapkan istri saya, kemudian saya bergegas ke sebuah tempat yang biasa POLISI mangkal kalau sedang bertugas dipertigaan tersebut. Yup mie instant. Dan saya pun ke Warung mie instant tersebut, tp ternyata gak ada Polisi yang ada orang-orang yang sedang menikmati santapan di warung tersebut. Dimana ya? saya menoleh ke toko percetakan sebelahnya dan ... NAH! keliatan rambut cepak dan seragam cokelatnya sedang duduk dibelakang etalase toko tersebut dan di cover oleh pemilik percetakan tersebut yang emang tidak sedang melakukan apa-apa.

Kemudian saya masuk dan menyapa Polisi itu dengan teguran formil seperti " Selamat siang pak" tapi gak dijawab dia malah langsung mengeluarkan blanko surat tilang berwarna dominan kecokelatan dan malah bertanya, "Tahu kesalahan anda apa?" dan sayapun menjawab, "tahu pak, naik motor bertiga dan gak make helm". Belum selesai saya bicara kemudian rekan kerja Polisi (yang pertama jegat saya) membawa 3 STNK dan 2 SIM. "Ini gak nyalahin lampu, dan yang dua ini nerobos lampu merah" katanya sambil menyerah ke Polisi yg sebelumnya sedang berbincang dengan saya.

Belum selesai lagi Polisi yg membawa SIM dan STNK itu keluar, masuk seorang bapak tua menyodorkan uang receh sekitaran 30.000 rupiah. "Pak saya buru-buru pak, mau beli obat buat anak saya yang sakit." sambil menyodorkan uang tersebut. "Wah gak bisa pak, sidang ya?" kata Polisi sambil membuka lembaran baru blanko. "Kok gue dilewatin?" dalam hati sambil diam melihat percakapan si bapak tua dan Polisi. "Gak bisa pak 70.000, begitu ketentuannya, kalo gak sidang" itu jelas banget tiba-tiba kedengeran dikuping saya, padahal banyak kata yg mareka berdua ucapkan dalam percakapan singkat itu. "Ya udah ini deh, gak ada lagi Pak" si bapak tua menyodorkan selembara 20.000 kepada Polisi tersebut. "Iya, lain kali jangan diulangin ya pak." sela ai Polisi sambil menyambar pelan uang si bapak tua dan kemudian disimpan di bawah buku blanko surat tilang tadi. "Iya Pak, makasih pak" si bapak tua berucap seraya tangannya menggapai STNK yang memang secepat kilat diletakan oleh si Polisi diatas meja setelah menerima uang tadi.

"Sreakk, breekk!!" suara sobekan kertas membalikan pandangan saya sepersekian detik setelah saya melihat kepergian si bapak keluar dan meilhat beberapa orang lagi menunggu giliran setelah saya diluar. Ya, blanko Surat Tilang buat si bapak yang sudah siap di isi untuk bukti sidang nanti itu pun disobek sang Polisi dan dibulatin dilempar ketempat sampah kecil. Disitu saya makin bersemangat karena saya makin tahu sebagian kinerja kriminal berseragam ini, dan konsentrasi saya kembali pecah setelah tiba-tiba "Kamu sidang ya?" kata si Polisi tadi yg saya lihat mulai meneruskan mengisi blanko surat tilang untuk saya yang sempat tertunda tadi. Kemudian saya pun terfikir apa yang dilakukan si bapak tadi, karena sebelumnya saya pikir Polisi lampu merah Ramandha gak bisa dibeli, dan terkenal galak. Lagian kalopun sampai sidang berabe juga urusannya, gak punya KTP, gak ada SIM, buru-buru juga mau ngantar istri kerja, dan sebaginya dan sebagainya. "Pak, saya kaya si bapak tadi aja ya?" ucap saya merendah sambil merogoh kantong saya bermaksud ingin mengeluarkan uang sebesar 50.000 yang tadi memang ada dikantong saya bersama recehan kembalian beli rokok sebelum berangkat tadi. Belum sempat ngeluarin uang itu tiba-tiba, "70.000 ya? begitu ketentuannya, kalo gak sidang ya?" ucap si Polisi sambil sok konsentrasi menulis blanko surat tilang untuk saya. "Gak ada lagi Pak, ini juga saya buru-buru mau nganter istri saya kerja" saya memohon sambil menggulung-gulung uang 50.000 dengan tangan diantara kaki saya. "Wah, kamu udah nerobos lampu merah, gak ada SIM ini ... sidang ya???" si Polisi mulai berhadapan dengan saya agak serius. Kemudian, "Mas keluar dulu mas!!" Polisi itu tiba-tiba sedikit keras nadanya sambil agak mengangkat badan dalam posisi duduknya. Ternyata satu orang yang mengantri diluar berusaha masuk ke toko percetakan itu. Dan akhirnya mereka hanya berdiri didepan etalase sambil melihat kedalam. Melihat pergelutan transaksi "Jual beli Hukum" yang sedang saya dan Polisi lakukan didalam.

Selang beberapa detik, kemudian masuk istri saya dan dengan nada agak berbisik dia bertanya "Gimana ndah??" sambil terus melangkah menuju bangku dibalik meja tempat saya dan si Polisi duduk, karena waktu itu saya duduk tepat disamping si Polisi dan tidak dibatas meja seperti posisi saya duduk sekarang. "Bayar aja" dengan bahasa gerakan mulut saya. "berapa?" dan istri saya diseberang meja pun sama melakukan bahasa gerak mulut tanpa suara, sementara si Polisi sedang menyiapkan blanko saya yang tadi sempat terpotong oleh transaksi yang belum menemukan titik terang. "Ini pak!" istri saya menrauh selembaran 20.000 diatas meja secara tiba-tiba. Sayangnya si Polisi malah acuh dengan tindakan istri saya tersebut sambil saya lihat sesekali bola matanya melirik keluar melihat beberapa orang yang sedang menunggu giliran.

"Ya udah ini pak, saya buru-buru soalnya" sambil menyodorkan uang 50.000 yg sedari tadi saya gulung-gulung, saya serahkan lewat bawah meja. Dan berhasil, uang 50.000 itu disambut dengan cantik oleh si Polisi dan dilanjutkan dikembalikannya STNK saya sambil berkata "Itu SIM nya diurus ya?? saya gak tanggung jawab". "Oke pak, makasih ya" seraya berkata saya berdiri sambil menepuk kecil pundak si Polisi yang memang masih duduk seperti menepuk punggung seorang sahabat. Bersamaan dengan itu saya melihat istri saya sedang membenahi dompet hijaunya merapihkan tata letak selembaran 20.000-an yang dia taruh diatas meja tadi sambil berjalan kecil menghampiri saya. Dan kemudian saya dan istri pun keluar dari toko percetakan kecil itu dan menghampiri anak saya yang menunggu di motor. CASE CLOSE.!!

Oh ternyata belom CLOSE. Sepanjang jalan menuju motor sampai saya duduk dan hendak menyalakan motor saya dan istri membicarakan dakwaan sang Polisi yang katanya saya menerobos Lampu Merah, cuma itu?? Padahal malah saya kira soalnya tadi naik motor bertiga dan si anak gak make helm, ya itu saya akui salah, karena gak aman. Kalo gak punya SIM bisa dimaklumi, motor baru soalnya, tapi tetap salah menurut aturan hukum perlalu lintasan. Tapi menberobos Lampu Merah?? masih 11 detik lagi?? ternyata saya masuk jebakan Betmen para pelaku Kriminal berseragam itu. Tapi biarlah saya rela 50.000 saya melayang, mudah-mudahan dipakai buat hal yang bermanfaat seperti beli sembako keluarganya, atau beli oleh-oleh buat anaknya. Asal jangan buat judi, mabok, atau bayarin kontrakan istri simpanannya aja, saya gak rela kalo itu. Tapi yang jelas saya ambil hikmah dari ini semua karena saya sendiri baru sekali ini kena tilang dan akhirnya saya melihat sendiri betapa rapuhnya Moral dan Mental Polisi walau kedengarannya katanya Polisi di pertigaan Ramandha tegas dan gak bisa dibeli. Ya, mata kepala saya akhirnya menelanjangi kebobrokan Aparat Hukum yang bernama Polisi, apapun bentuknya, mau POLANTAS kek, SABHARA kek, INTEL kek, BRIMOB kek, sama aja. Ya, Polisi benar-benar telah MENJUAL MURAH HUKUM yang sebenarnya dibuat dengan perdebatan seru dan buat keselamatan orang banyak. Tapi Hukum juga gak pengaruh banyak buat orang kecil seperti saya, soalnya saya sendiri gak tau siapa yang buat hukum tersebut. Jadi, menurut saya Hukum yang ada saya simpulin sebagai acuan aja, gak perlu dijalanin mentah-mentah, kalaupun dijalanin sepenuhnya cuma bikin kaku gerak aja. POLISI Oh POLISI ... akhirnya saya tahu bentuk aseli kalian sepenuhnya, dan bukan denger doang ... Hmmm. (DimJoen)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...